Cerita Anak: Piket
Sejak mulai menyapu tadi wajah Iping nampak muram meskipun ketiga teman putrinya, Ami, Kutik, dan Surti bekerja dengan senang hati. Aris, seorang anggota kelompok piketnya belum juga nampak. Itulah yang menyebabkan hati Iping dongkol. Bahkan dia ingin segera melaporkannya ke wali kelas. Namun Gono, sang ketua kelas mencegahnya.
“Sabar dong, Ping …. Jangan keburu melaporkan,” kata Gono.
“Habis kau tak memperhatikan kemalasan Aris,” kata Iping mulai emosi. Wajahnya nampak memerah. “Seharusnya kau segera melaporkan Aris kalau pagi ini dia tidak piket!”
“Ya, ya, aku tahu maksudmu. Tapi jangan tergesa-gesa,” jawab Gono.
“Okelah. Kalau begitu aku tak usah kerja. Tak ada gunanya!” kata Iping sambil melempar sapunya.
Gono diam, memperhatikan ulah Iping yang semakin tak puas kepada sikap ketua kelasnya itu.
“Kalian terlalu rajin,” ujar Iping sinis mendekati Ami dan teman-temannya.
“Memangnya kenapa sih,” Ami heran.
“Enak benar kau ini, Ping. Tak mau menyapu,” Kutik pun heran. Begitu juga Surti yang juga keheranan melihat ulah Iping.
“Teruskan kerja kalian, kalau tak mau kulaporkan kepada wali kelas,” suruh Gono tertuju kepada tiga anak puteri itu.
“Jangan mau!” potong Iping. “Kita kerja keras sementara Aris hanya enak-enak sampai sesiang ini belum datang. Lagi pula tidak ada sangsi. Enak benar dia, mana keadilan?”
“Jangan sembarangan ngomong!” bentak Gono tertuju kepada Iping. “Kau kira aku tak mau melaporkan siapa yang tak mau piket? Coba dengarkan! Aku akan melaporkan kepada wall kelas siapa saja yang melanggar tata tertib sekolah, jika sudah ada buktinya. Kau bisa membuktikan kemalasan Aris?”
“Ha… ha …. ha….,” Iping tertawa sinis. “Pagi ini Aris tak nampak. Apalagi piket. Bukankah kalau ini semua bukti kemalasannya?”
“Baiklah. Nanti dia akan kutanya apa alasannya terlambat. Jika tak punya alasan, baru kulaporkan,” Gono menjelaskan kebijaksanaan yang diambilnya. “Sekarang teruskan kerja kalian. Selesaikan sebelum bel masuk berbunyi.”
Hati Iping memang agak lega. Tapi dia tetap masih dongkol jika ingat Aris.
Sedangkan Gono mempunyai perkiraan bahwa kalau tak ada sesuatu yang terjadi, Aris pasti sudah tiba di sekolah. Dia mengerti akan sikap Aris sehari-harinya. Aris termasuk anak rajin. Tidak suka jika terjadi perselisihan dengan siapa pun, dia akan mengalah demi persahabatan.
Tepat pada waktu akan pelajaran keempat, Penjaga sekolah datang mengetuk pintu kelas. Sepucuk surat beramplop putih diserahkan kepada wali kelas. Surat itu dibuka lalu dibacanya dalam hati. Tiba-tiba kening bapak wali kelas berkerut seolah ada berita yang tak menggembirakan.
“Anak-anak, katanya kemudian. “Hari ini seorang temanmu mendapatkan musibah. Aris terserempet kendaraan ketika akan berangkat sekolah. Sekarang dia dirawat di rumah sakit. Menurut berita surat ini dia belum sadarkan diri. Baiklah kita doakan semoga segera sembuh.”
Mendengar berita itu seisi kelas tercengang. Suasana kelas jadi hening. Hanya disana-sini terdengar bisik-bisik. Semua membicarakan kecelakaan yang menimpa Aris. Tak terkecuali Iping. Wajahnya jadi cemas dan kecewa memandangi Gono.
“Untuk itu, nanti kita bisa menjenguknya bersama-sama dengan kepala sekolah,” ujar Bapak Wali kelas
Kemudian pelajaranpun dimulai lagi meskipun keadaan kelas tidak tenang. ***
0 komentar:
Posting Komentar